bandungrayanews.com / Bandung-* DPRD Provinsi Jawa Barat memgapresiasi dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat atas penyelenggaraan West Java Outward Looking Strategy (WJOS) merupakan seminar sebagai titik awal yang sangat diharapkan.
Hal itu diungkapkan Ketua Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat, Bedi Budiman saat menghadiri rangkaian kegiatan West Java Partnership Day 2024 di Aula Barat Gedung Sate, Jalan Diponegoro No. 22, Kota Bandung, Jumat (23/8/2024)
Menurut Bedi, Pemprov Jabar mempertemukan dan memfasilitasi para stakeholder kebijakan dan menghadirkan pusat khususnya Kemenlu dan Kemendagri, kampus, dan juga pelaku-pelaku yang giat dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya yang memang bagian dari subtite diplomacy dalam kaitannya keterlibatan kebijakan luar negeri. Karena itu Komisi I memberi masukan dalam peta jalan WJOS ini bahwa Pemprov harus membuat biro khusus yang menangani kerjasama hubungan luar negeri.
“Sehingga dia (biro hubungan luar negeri-red) ini akan fokus, karena yang namanya kerjasama luar negeri melibatkan banyak negara dan banyak warga Jabar yang sudah berinteraksi dengan luar negeri dan ini harus di fasilitasi oleh pemerintah. Karena masalahnya komplek,” ujar Bedi.
Misalnya, tutur Bedi, untuk kabupaten kota masih terbatas, terutama kemampuan anggaran dan managemennya. Sehingga pemerintah provinsi harus mampu mengakomodir dalam kaitannya dengan kepentingan hubungan luar negeri.
Kemudian, lanjut Bedi, hal ini terkait dengan rencana pembangunan jangka panjang daerah Di mana didalamnya ada optimalisasi hubungan luar negeri bagi pembangunan Jawa Barat. Tentu Itu semua harus disiapkan Pemprov kesiapannya baik itu infrastruktur, regulasi hingga penyelenggaraannya agar mendapatkan pendampingan dan dirumuskan bersama pihak terkait.
“Bagaimana infrastrukturnya menuju 20 tahun kedepan harus ditunjukan wajahnya sudah borderless tapi harus disiapkan fundamentalnya seperti apa,” kata Bedi.
Yang tidak kalah penting, dalam hal ini pemprov juga sebaiknya melibatkan secara intensif civil sociaty, seperti Bandung Geopolitic Studies (BGS) sebagai lembaga yang merupakan bisa atau mewadahi penghubung antara warga (people to people atau bisnis to bisnis) dengan pemerintah. Kenapa harus demikian, karena pemerintah acap kali terlalu sibuk untuk mengurus dan kadang-kadang pejabatnya silih berganti belum tentu langsung berlanjut lagi dan memiliki orientasi yang sama tentang kebijakan hubungan luar negeri tersebut.
“Karena itu harus ada kemitraan yang strategis dan berjangka panjang dengan lembaga civil sociaties seperti BGS ini,” sebut Bedi.
Bedi menegaskan, biro hubungan kerjasama luar negeri yang diusulkan itu sangat penting sekali. Pasalnya, yang namanya negara besar bahwa kebijakan luar negeri menjadi bagian yang paling integral dari pada kebijakan dalam negeri. Sedangkan, untuk negara yang sedang berkembang justru menjadi bagian dari objek kebijakan negara lain.
Dalam sambutannya, Bedi menyebutkan bahwa acara tersebut merupakan kesempatan untuk menyampaikan perspektifnya sebagai legislatif. Jawa Barat merupakan provinsi yang sangat strategis dan memiliki potensi yang luar biasa terutama warganya dalam melakukan kegiatan lintas negara. Peran serta Civil Sociaties sangat penting dalam mewadahi khususnya warga Jabar yang berkegiatan lintas negara.
Dia mencontohkan, kebutuhan manggis di negara lain cukup diminati karena permintaan pasar yang sangat banyak. Namun ketika terjadi trade war (perang harga-red) eksportir dari Jawa Barat mengalami hal yang tidak diinginkan. Komoditi buah manggis ditolak dan terjadi peningkatan atau kebanjiran dalam jumlah besar di Jawa Barat dan menyebabkan penjualan buah manggis dengan harga sangat murah dan melimpah.
“Dengan adanya lembaga civil sociaties mereka bisa untuk melakukan bagaimana mendapatkan informasi dan jaringannya. Maka sangat penting untuk melibatkan lembaga-lembaga yang ikut bergerak dibidang tersebut,” ucap Bedi.
Tidak terkecuali di bidang siber yang menilai bahwa harus ada sinkronisasi dan koordinasi antara kebijakan nasional dengan daerah. Sebagai contoh, saat terjadinya delaksasi barang impor tanpa PT yang justru menimbulkan gelombang impor barang secara besar-besaran yang menyebabkan konveksi di daerah Majalaya harus gulung tikar. Hubungan luar negeri harus punya rel yang jelas dan membuat peta jalan yang presisi. Sebab didalamnya menyentuh kepentingan hajat orang banyak.
“DPRD sangat upport kegiatan seperti ini, hajat hidup orang jawa barat pasti lebih banyak melakukan kegiatan hubungan luar negeri tersebut untuk kemakmuran warga Jawa Barat,” tutup Bedi.*