Bandungrayanews/KOTA TERNATE — Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil mengatakan bahwa kabupaten/kota kreatif berperan dalam membentuk kerangka visi pembangunan kewilayahan.
Menurut Emil –begitu Ridwan Kamil disapa, perkembangan ekonomi kreatif (ekraf) di wilayah Jabar yang tergolong progresif membuat Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jabar berkomitmen untuk terus mengembangkan ekraf.
Komitmen tersebut dituangkan lewat Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat Nomor 15 Tahun 2017 tentang Ekonomi Kreatif dan Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Kekayaan Intelektual.
“Jawa Barat punya 27 kota/kabupaten. Satu per tiga ekonomi kreatifnya Indonesia ada di Jawa Barat. Inilah yang akan menjadi (potensi) masa depan,” ucap Emil saat menghadiri Indonesia Creative Cities Conference (ICCC) di Kota Ternate, Maluku Utara, Kamis (5/9/19).
Sebagai salah satu bagian dalam pembangunan wilayah, ekraf Jabar seperti diutarakan Emil menyumbang ekspor ekraf nasional pada 2016 sebesar 31,96 persen.
Selain itu, lanjut Emil, Jabar menjadi Top 3 penyumbang produk domestik bruto (PDB) di bidang ekraf dengan capaian 11,81 persen atau tertinggi ketiga setelah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebesar 16,12 persen, dan Bali sebesar 12,57 persen.
Adapun, berbagai komoditas ekraf yang berkembang di Jabar antara lain game developer, seni pertunjukan, film, musik, fotografi, desain komunikasi visual, kriya keramik, kerajinan rotan, kerajinan tangan, fashion, batik, hingga bambu.
“(Dalam) Ekonomi kreatif nasional, Jawa barat termasuk penyumbang (PDB ekfraf) terbesar, ini harus terus ditingkatkan,” ujar Emil di konferensi dalam rangkaian Indonesia Creative Cities Festival (ICCF) ini.
Sebagai seorang arsitek, Emil pun menyebut dirinya adalah salah satu pelaku ekonomi kreatif. Berbagai bangunan ikonik telah kukuh berdiri sebagai karya visual Emil, mulai dari masjid, perkantoran, hingga taman kota.
Di Jabar sendiri, Emil berujar tengah menjalin kerja sama dengan content creator untuk melatih anak- anak desa agar bisa membuat konten kreatif di platform digital. Harapannya, ekonomi anak desa di Jabar bisa tumbuh melalui jejaring digital.
Melalui program pembangunan digitalisasi di kurang lebih 5.000 desa, masyarakat Jabar juga didorong memanfaatkan platform digital untuk memasarkan produk kreatif.
Selain itu, Pemdaprov Jabar gencar membangun Gedung Creative Center di sejumlah kabupaten/kota sebagai bagian dari proyek strategis pada 2019, di antaranya Creative Center di Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Cirebon, Kota Tasikmalaya, dan Kab. Purwakarta.
“Mudah-mudahan 27 daerah (di Jabar) masing-masing punya satu Creative Center. Sebab, anak muda harus dibuat sibuk yang positif. Yang senang film bikin film, musik silakan (pakai),” tambah Emil.
Sementara itu Ketua Indonesia Creative Cities Network (ICCN) Fiki Satari mengatakan, pihaknya hadir sebagai jejaring lintas komunitas untuk memperjuangkan potensi kreatif khas kota/kabupaten se-Indonesia.
Terdapat 10 prinsip dalam membangun kota/kabupaten kreatif, yakni menjunjung keragaman sosial budaya, inklusif, melindungi HAM, memuliakan kreativitas, tumbuh bersama lingkungan yang lestari, memelihara kearifan sejarah, transparan, adil dan jujur, memenuhi kebutuhan dasar, memanfaatkan energi terbarukan, serta menyediakan fasilitas umum yang layak bagi masyarakat.
“Ini dilakukan untuk tujuan kesejahteraan warga, kemerataan ekonomi, penyelesaian masalah keseharian,” kata Fiki.
Berbagai sektor ekraf mulai arsitektur, film, hingga inovasi media pun ditunjang dengan kearifan lokal dari 16.000 pulai, 1.300 tradisi, serta 700 bahasa yang dimiliki Tanah Air.
“Keberagaman termanifestasi, secara kolektif, kita harus wujudkan Indonesia kreatif,” tegas Fiki.
Bdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), lanjut Fiki, terdapat 8,2 juta jumlah usaha ekraf yang tersebar di Indonesia, dengan 60 persen di antaranya ada di Pulau Jawa. ICCN pun terus mendorong wilayah lain untuk juga berkembang di sektor kreatif.
“Rumus pengembangan wilayah kreatif, dengan Pentahelix, yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, akademisi, komunitas, dan media,” ujarnya.
Dengan mengusung tema ‘Tara La No Ate’ yang dalam bahasa daerah Ternate artinya ‘turun ke bawah dan pikat’, ICCF 2019 sendiri diisi dengan acara-acara berkelas yang dapat menjadi ruang menciptakan kerja sama lintas stakeholders dalam mengembangkan kota/kabupaten kreatif.